Rabu, 08 November 2017

Aminahnur
OPINI

INIKAH WAJAH NKRI SAAT INI? (Buramnya Bhineka Tunggal Ika)





NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menurt UUD 1945 pasal 1 ayat (1) ialah Negara kesatuan, yang berbentuk republik. Ketentuan ini dijelaskan dalam pasal 18 UUD 1945 ayat (1) yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kota, kabupaten, yang tiap-tiap kota, kabupaten dan provinsi itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang.
   
   Negara kesatuan republik Indonesia adalah Negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau dan diapit oleh dua samudra dan dua benua, didiami oleh ratusan juta penduduk, memiliki iklim tropis dan memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan, memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang berlainan satu sama lain, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, dan tercermin dalam satu ikatan kesatuan yaitu Bhineka Tunggal Ika.

             Bhineka Tunggal Ika

Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetap satu jua. Inilah NKRI, memiliki berjuta-juta keragaman yang berbeda. Suatu hal yang tak pernah dimiliki oleh Negara manapun kecuali NKRI tercinta. 
         
          Apakah saat ini kita manusia-manusia yang menjajakan kaki ditanah air NKRI telah paham arti bhineka tunggal ika? Masih dapatkah kita berteriak tanah airku tercinta? Masih dapatkah berteriak MERDEKA, Ketika sorotan yang bermunculan dari para generasi mayoritas tak berbuah manis dari apa yang telah ditanamkam para pahlawan melalui bibit darah yang ditaburnya di atas tanah NKRI.
Masihkah kita dapat berharap, wajah NKRI  akan membaik? narkoba, miras, obat terlarang, perguaulan bebas, merasuk jiwa dan diri penerus bangsa yang tak pernah tahu bagaimana cara berterima kasih kepada para pahlawan yang telah gugur membela bangsa ini. 

   
   Wajah NKRI tercoreng tak hanya disebabkan buramnya bhieka tunggal Ika melalui perbedaan pemahaman yang teriring emosi tanpa kendali. Tapi tak pahamnya kita bagaimana menciptakan perbedaan itu menjadi satu. 

Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda tetap satu jua, kita memang diciptakan berbeda dari seorang laki-laki dan perempuan, lalu kemudian dijadikan kita berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kita saling mengenal satu sama lain dan menjaga kerukunan serta toleransi antar ummat beragama. Bukan saling mencela antar sesama ataupun mencari kesalahan saudara kita. Sudahkah kita saling mengenal? Atau masih berdebat dalam konteks perbedaan itu?

      Namun ketika perbedaan itu tak lagi kita anggap sebagai sesuatu yang dapat membangun dan menjadi penyeimbang serta jalan terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa saat ini, masih kah kita mengenal wajah NKRI?

       Aksi demonstarsi anarkis, teriakan kami butuh khilafah, begal, korupsi, kenakalan remaja, inikah wajah NKRI saat ini?

NKRI Kuat

     Haruskah kita persoalkan perbedaan itu? Mengapa tak kita jadikan satu untuk terus membangun NKRI tercinta, menuju kedamaian yang khakiki. Tak peduli berapa banyak perbedaan itu, mulai dari strata sosial, jabatan, pangkat, suku, agama, ras, budaya, pola pikir dan lainnya.

   Marilah saling merangkul dan melengkapi satu sama lain tanpa harus memperdebatkan hal yang dapat melukai hati pahlawan kita yang membela dengan mati-matian, membayarnya dengan darah hanya untuk kita para generasi bangsa menikmati yang namanya MERDEKA.

  Jadikan perbedaan itu sebagai tameng kekuatan bagi mereka yang ingin memecah belah perdamaian, kesatuan dan persatuan NKRI. Perbedaan dapat kita ciptakan menjadi satu sebagai nyata sikap solidaritas masyarakat NKRI. Masyarakat solid NKRI kuat.


Oleh : Dewi Jannati Aminah Nur







Minggu, 03 April 2016

MAKALAH: Diksi atau Pemilihan kata

MAKALAH
BAHASA INDONESIA

DIKSI ATAU PEMILIHAN KATA








DI SUSUN SEBAGAI BAHAN DISKUSI KELAS OLEH :


NAMA                                                                                     NIM
SRI RESKI AMALIA                                                                           50500114013
DEWI JANNATI AMINAH NUR                                                         50500114014
SRI WAHYUNINGSI                                                                          50500114015



JURUSAN JURNALISTIK
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI ALAUDDIN MAKASSAR




KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, inayah, taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini, kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

                          Samata Gowa, 10 November 2014


Kelompok  6               








DAFTAR ISI
Sampul....................................................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................................... ii
Daftar Isi.................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
a.       Latar Belakang Masalah........................................................................... 1
b.      Rumusan Masalah.................................................................................... 2
c.       Tujuan Penulisan...................................................................................... 2
d.      Ruang Lingkup........................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
a.       Pengertian Diksi....................................................................................... 4
b.      Fungsi Diksi............................................................................................. 5
c.       Pembagaian Makna Kata......................................................................... 5
d.      Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dan Kata..................................... 11
e.       Syarat-syarat Ketepatan Diksi................................................................. 12
f.        Tabel 1.1.................................................................................................. 14
g.      Gaya Bahasa dan Idiom........................................................................... 15
BAB III PENUTUP
a.       Simpulan.................................................................................................. 19
b.      Saran........................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 21



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Bahasa terbentuk dari beberapa tataran gramatikal, yaitu dari tataran terendah sampai tertinggi adalah kata, frase, klausa, kalimat. Ketika anda menulis dan berbicara, kata adalah kunci pokok dalam membentuk tulisan dan ucapan. Maka dari itu kata-kata dalam bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik, supaya ide dan pesan seseorang dapat dimengerti dengan baik. Kata-kata yang digunakan dalam komunikasi harus dipahami dalam konteks alinea dan wacana. Tidak dibenarkan menggunakan kata-kata sesuka hati, tetapi yang harus mengikuti kaidah-kaidah yang benar.
Menulis merupakan kegiatan yang menghasilkan ide secara terus menerus dalam bentuk tulisan yang teratur yang mengungkapkan gambaran, maksud, gagasan, perasaan ( ekspresif ). Untuk itu penulis atau pengarang membutuhkan keterampilan dalam hal struktur bahasa dan kosakata. Yang terpenting dalam menulis adalah penguasaan kosakata yang merupakan bagian dari diksi. Ketetapan diksi dalam membuat suatu tulisan atau karangan tidak dapat diabaikan demi menghasilkan tulisan yang mudah dimengerti. Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata pengarang dalam menggambarkan “ cerita “ pengarang. Walaupun dapat diartikan begitu, diksi tidak hanya pilih-memilih kata saja atau mengungkapkan gagasan pengarang, tetapi juga meliputi gaya bahasa, dan ungkapan-ungkapan.
Tidak dapat disangkal bahwa dalam penggunaan kosa kata adalah bagian yang sangat penting dalam dunia perguruan tinggi. Prosesnya mungkin lamban dan sukar, tapi orang akan merasa lega dan puas sebab tidak akan sia-sia semua jerih payah yang telah diberikan. Manfaat dari kemampuan yang diperolehnya itu akan lahir dalam bentuk penguasaan terhadap pengertian-pengertian yang tepat bukan sekedar mempergunakan kata-kata yang hebat tanpa isi. Dengan pengertian-pengertian yang tepat itu, kita dapat pula menyampaikan pikiran kita secara sederhana dan langsung.

Mereka yang luas kosa katanya akan memiliki pula kemampuan yang tinggi untuk memilih setepat-tepatnya kata mana yang paling harmonis untuk mewakili maksud atau gagasannya. Secara populer orang akan mengatakan bahwa kata meneliti sama artinya dengan kata menyelidiki, mengamati, dan menyidik. Karena itu, kata-kata turunannya seperti penelitian, penyelidikan, pengamatan, dan penyidikan adalah kata yang sama artinya atau merupakan kata yang bersinonim. Mereka yang luas kosa katanya menolak anggapan itu. Karena tidak menerima anggapan itu, maka mereka akan berusaha untuk menetapkan secara cermat kata mana yang harus dipakainya dalam sebuah konteks tertentu. Sebaliknya yang miskin kosa katanya akan sulit menemukan kata lain yang lebih tepat, karena ia tidak tahu bahwa ada kata lain yang lebih tepat dan karena ia tidak tahu bahwa ada perbedaan antara kata-kata yang bersinonim itu. Maka atas dasar tersebutlah kita sebagai mahasiswa yang baik hendaknya mengetahui dan memahami bagaimana penggunaan pilihan kata yang tepat dan cermat dalam konteks yang tepat pula.

B.     Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian diksi ?
2. Apa fungsi diksi ?
3. Bagaimana pembagian makna kata ?
4. Apa penyebab kesalahan pemakaian gabungan kata dan kata ?
5. Apa syarat-syarat ketepatan diksi ?
6. Apa yang di maksud dengan gaya bahasa dan idiom ?

C. Tujuan penulis
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian diksi.
2. Mahasiswa mampu mengetahui fungsi diksi.
3. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana pembagian makna kata.
4. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab kesalahan pemakaian gabungan kata dan kata.
5. Mahasiswa mampu mengetahui syarat-syarat ketepatan diksi.
6. Mahasiswa mampu mengetahui gaya bahasa dan idiom.

D. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dalam pembahasan makalah ini meliputi pengertian diksi atau pilihan kata, fungsi diksi, pembagian makna kata, pemakaian gabungan kata dan kata, syarat-syarat ketepatan diksi, gaya bahasa dan idiom.




BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Diksi
Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alenia, atau wacana. Pemilihan kata dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan. Pemilihan kata bukanlah sekedar memilih kata yang tepat, melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam arti sesuai dengan konteks di mana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan dengan yang nilai rasa masyarakat pemakainya.
Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata   dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu mengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.
Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita dapat lari dari kamus. Kamus memberikan suatu ketetapan kepada kita tentang pemakaian kata-kata. Dalam hal ini, makna kata yang tepatlah yang diperlukan.
Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Disamping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu. Pemilihan kata akan dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan. Ketersediaan kata akan ada apabila seseorang mempunyai bendaharaan kata yang memadai, seakan-akan ia memiliki senarai (daftar) kata. Senarai kata itu dipilih satu kata yang paling tepat untuk mengungkapkan suatu pengertian. Tanpa menguasai sediaan kata yang cukup banyak, tidak mungkin seseorang dapat melakukan pemilihan atau seleksi kata.
Pemilihan kata bukanlah sekedar kegiatan memilih kata yang tepat, melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam hal ini berarti sesuai dengan konteks dimana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan dengan nilai rasa masyarakat pemakainya. Untuk itu, dalam memilih kata diperlukan analisis dan pertimbangan tertentu. Sebagai contoh, kata mati bersinonim dengan mampus ,wafat, tewas, gugur, berpulang, kembali ke haribaan, dan lain sebagainya. Akan tetapi, kata-kata tersebut tidak dapat bebas digunakan. Mengapa? Ada nilai rasa dan nuansa makna yang membedakannya.

B. Fungsi Diksi
Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah konsep, pembuktian, hasil pemikiran, atau solusi dari suatu masalah. Adapun fungsi diksi antara lain :
a)    Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.
b)    Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat.
c)    Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.
d)    Mencegah perbedaan penafsiran.
e)    Mencagah salah pemahaman.
f)     Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.

C. Pembagian Makna Kata
a.      Makna Denotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya . Denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung dalam sebuah kata secara objektif. Makna denotatif (denotasi) lazim disebut: 1) makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan hasil observasi (pengamatan) menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, atau pengalaman yang berhubungan dengan informasi (data) faktual dan objektif. 2) makna sebenarnya, umpamanya, kata kursi yaitu tempat duduk yang berkaki empat (makna sebenarnya). 3) makna lugas yaitu makna apa adanya, lugu, polos, makna sebenarnya.
Contoh:
Wanita dan perempuan secara konseptual sama ; gadis dan perawan secara denotatif sama makananya, kumpulan, rombongan, gerombolan, secara konseptual sama maknanya. Istri dan bini secara konseptual sama.
b.     Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap social, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Makna konotatif atau konotasi berarti makna kias, bukan makna sebenarnya. Sebuah kata dapat berbeda dari satu masyakat ke masyarakat lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma masyarakat tersebut. Makna konotasi juga dapat berubah dari waktu ke waktu.
Contoh:
“Prabowo Hatta dan Jokowi Kalla berebut kursi presiden.” Kalimat tersebut tidak menunjukan makna bahwa Prabowo dan Jokowi Kalla tarik-menarik kursi. Karena kata kursi berarti jabatan presiden.
Makna konotatif dan denotatif berhubungan erat dengan kebutuhan pemakaian bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada suatu makna yang menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna yang mempunyai tautan pikiran, perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan kata lain, makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus, sedangkan denotatif maknanya umum.
Kalimat dibawah ini menunjukan hal itu.
Dia adalah wanita manis (konotatif).
Dia adalah wanita cantik (denotatif).
Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan gambaran umum seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung suatu maksud yang bersifat memukau perasaan kita.
Nilai kata-kata itu dapat bersifat baik dan dapat pula bersifat jelek. Kata-kata yang berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seperti kata tolol (lebih jelek daripada bodoh ), mampus (lebih jelek daripada mati), dan gubuk (lebih jelek daripada rumah). Di pahak lain, kata-kata itu dapat mengandung arti kiasan yang terjadi dari makna denotative referen lain. Makna yang dikenakan kepada kata itu dengan sendirinya akan ganda sehingga kontekslah yang lebih banyak berperan dalam hal ini.
Perhatikan contoh dibawah ini:
Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh kepercayaan masyarakat. Kata membanting tulang (yang mengambil suatu denotatif kata pekerjaan membanting sebuah tulang) mengandung makna “bekerja keras” yang mengandung sebuah kiasan. Kata membanting tulang dapat kita masukan dalam golongan kata yang bermakna konotatif.

c.      Umum dan Khusus
Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang lingkupnya. Makin luas ruang lingkup suatu kata, makin umum sifatnya. Sebaliknya, mana kata menjadi sempit ruang lingkupnya makin khusus sifatnya.
Makin umum suatu kata makin besar kemungkinan terjadi salah paham atau perbedaan tafsiran. Sebaliknya, makin khusus, makin sempit ruang lingkupnya, makin sedikt terjadi salah paham. Dengan kata lain, semakin khusus makna kata yang dipakai, pilihan kata semakin cepat.  Perhatikan contoh berikut:
1)            Kata umum: melihat
Kata khusus: melotot, melirik, mengintip, menatap, memandang,
2) Kata umum: berjalan
Kata khusus: tertatih-tatih, ngesot, terseok-seok, langkah tegap,
3) Kata umum: jatuh
Kata khusus: terpeleset, terjengkang, tergelincir, tersungkur, terjerembab, terperosok, terjungkal.
d.     Kata konkret dan Abstrak
Kata yang acuannya semakin mudah dicerap pancaindra disebut kata konkret , seperti meja, rumah, mobil, dan lain-lain. Jika suatu kata tidak mudah dicerap panca indra maka kata itu disebut kata abstrak , seperti gagasan dan saran. Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi jika dihambur-hamburkan dalam suatu karangan, karangan itu dapat menjadi samar dan tidak cermat.
e.      Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan . Sinonim ialah persamaan makna kata . Artinya, dua kata atau lebih yang berbeda bentuk ejaan, dan pengucapannya.
Contoh: agung, besar, raya. Mati, mangkat, wafat, meninggal, dan lain-lain.
f.       Pembentukan Kata
Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan luar bahasa Indonesia. Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kosa kata baru dengan dasar kata yang sudah ada, sedangkan dari luar terbentuk kata baru melalui unsur serapan. Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kata baru, misalnya: tata buku, tata bahasa, daya tahan, dan lain-lain. Dari luar bahasa Indonesia terbentuk kata-kata melalui pungutan kata, misalnya: bank, valuta, dan lain-lain.


g.     Perubahan Makna
Bahasa berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat pemakainya, pengembangan diksi tejadi pada kata. Namun, hal ini berpengaruh pada penyusunan kalimat, paragraf, dan wacana. Pengembangan tersebut dilakukan memenuhi kebutuhan komunikasi. Komunikasi kreatif berdampak pada perkembangan diksi, berupa penambahan atau pengurangan kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu, bahasa berkembang dengan sesuai kualitas pemikiran pemakainya. Perkembangan dapat menimbulkan perubahan yang mencakup perluasan, penyempitan, pembatasan, pelemahan, pengaburan, dan penggeseran makna.
Faktor penyebab perubahan makna:
1. Kebahasaan
Meliputi perubahan intonasi, bentuk kata, dan bentuk kalimat.
a) Perubahan intonasi adalah perubahan makna yang diakibatkan oleh                          perubahan nada, irama, dan tekanan.
Contoh dalam kalimat;
• Paman teman saya belum nikah
• Paman, teman saya belum nikah
• Paman, teman, saya belum nikah
• Paman, teman, saya, belum nikah
b) Perubahan struktur frasa: kaleng susu (kaleng bekas tempat susu) susu kaleng (susu yang dikemas dalam kaleng), dokter anak (dokter spesialis anak), anak dokter (aanak yang dilahirkan oleh orang tua yang menjadi dokter).
c) Perubahan bentuk kata adalah perubahan makna yang ditimbulkan oleh perubahan bentuk. Contoh; tua (tidak muda) jika ditambah awalan ke- maka menjadi ketua, makna berubah menjadi pemimpin.
d) Kalimat akan berubah makna jika struktur kalimatnya berubah. Perhatikan kalimat berikut:

• Karena sudah diketahui sebelumnya, satpam segera dapat meringkus penjahat itu.
 
Kalimat diatas, salah kesejajaran bentuk kata diketahui seharusnya mengetahui.

• Karena mengetahui sebelumnya, satpam segera dapat meringkus penjahat itu.

• Pencuri itu segera diringkus oleh satpam karena sudah diketahui sebelumnya.
2. Kesejarahan
Kata perempuan pada zaman penjajahan Jepang digunakan untuk untuk menyebut perempuan penghibur. Orang menggantinya dengan kata wanita . Kini setelah orang melupakan peristiwa tersebut menggunakan nya kembali, dengan pertimbangan, kata perempuan lebih mulia dibanding kata wanita.
3.Kesosialan
Masalah kesosialan berpengaruh terhadap perubahan makna. Contoh; petani kaya disebut petani berdasi, militer disebut baju hijau.
4. kejiwaan
    Perubahan makna Karena faktor kejiwaan ditimbulkan oleh pertimbangan: rasa takut, kehalusan ekspresi, dan kesopanan. Perhatikan contoh berikut ini:
a) Tabu:
• Pelacur disebut tunasusila
• Germo disebut hidung belang
b) Kehalusan:
• Bodoh disebut kurang pandai
• Malas disebut kurang panadi
c) Kesopanan:
• Ke kamar mandi disebut kebelakang
• Gagal disebut kurang berhasil
5. Bahasa Asing
Perubahan makna karena faktor bahasa asing, misalnya kata tempat orang terhormat diganti dengan VIP.
6. Kata Baru
Kreativitas pemakai bahasa berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut, memerlukan bahasa sebagai alat ekspresi dan komunikasi. Pethatikan penggunaan kata: jaringan, kinerja,dan justifikasi.
• Jaringan kerja untuk menggantikan network
• Justifikasi untuk menggantikan pembenaran
• Kinerja untuk menggantikan performance
D. Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dan Kata
a. Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata yang mana, di mana, daripada.
Perhatikan contoh pemakaian di mana, yang mana, daripada, yang salah dalam kalimat ini.
 • Dalam rapat yang mana dihadiri oleh para ketua RT dan Rw.
• Demikian tadi sambutan Pak Lurah di mana beliau telah menghimbau kita untuk lebih tekun bekerja.
 • Marilah kita perhatikan kebersihan kita daripada lingkungan kita.

Kalimat 1 (satu) kerap kita dengar dalam aktivitas bermasyarakat kalau kita amati. Terdapat dua kesalahan dalam pemakaain bentuk gabungan itu, kesalahan pertama, dalam sebagian kalimat itu terdapat kata yang berlebih atau mubazir yang mengakibatkan terjadinya polusi bahasa. Kata mana dalam kalimat pertama tidak diperlukan, cobalah baca kalimat pertama tanpa kata mana, jadi bunyinya berubah seperti ini. Dalam rapat yang dihadiri oleh para ketua RT dan Rw.
Kalimat 2 (dua), pada bagian besar kalimat ini terjadi salah pakai bentuk gabung di mana tidak boleh dipakai dalam bentuk kalimat. Fungsi di mana dan yang mana bukan sebagai penghubung klausa-klausa, baik dalam sebuah kalimat maupun penghubung antar kalimat. Kalimat ini harus dipecah menjadi dua.
Ø  Demikian tadi sambutan pak Lurah
Ø  Beliau telah menghimbau kita untuk lebih tekun dan bekerja
Ada pun kalimat terakhir ini sama seperti kalimat pertama.
b. Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dengan, di, dan ke.
Pemakaian kata dengan dalam kalimat terutama ragam lisan, sering tidak tepat, perhatikan contoh yang salah berikut ini:
(1) Sampaikan salam saya dengan Dona
(2) Mari kita tanyakan langsung dengan dokter ahlinya.
Kata dengan pada kalimat diatas harus diganti dengan kepada, jika tidak kepada siapa salam ditujukan. Kata dengan tidak cocok dipakai untuk kalimat diatas karena dengan dapat berarti bersama.
Senada dengan kekeliruan pemakaian kata sambung dengan, pemakaian yang keliru juga sering terjadi untuk kata depan di dan ke yang seharusnya di isi oleh kata pada dan kepada. Kata depan di dan ke harus diikuti oleh tempat, waktu, sedangkan kepada harus diikuti nama/jabatan orang atau kata ganti orang. Contoh:
(1) Buku agendaku tertinggal di rumah Andi.
(2) Jangan menoleh ke kiri.
(3) Permohonan cuti diajukan kepada direktur.

c.  Kesalahan Pemakaian Kata berbahagia
Dalam pertemuan formal ditengah masyarakat, kita sering mendengar kata berbahagia dipakai secara keliru oleh pembawa acara dan juga oleh pembicara lain. Umumnya kata berbahagia itu dimunculkan pada bagian awal suatu acara ketika pembicara menyapa hadirin, seperti contoh yang keliru berikut ini:
(1) Selamat malam dan selamat datang ditempat yang berbahagia ini.
(2) Pada kesempatan yang berbahagia ini, kami mengajak hadirin untuk.

Mengapa pemakaian dalam kalimat 1 dan 2 dikatakan keliru, karena berbahagia bukan kata sifat. Jika pada kata berbahagia diganti kata sifat misalnya, aman ,indah, bersih, tentu saja kalimatnya benar.

E.  Syarat-syarat Ketepatan Diksi
Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha secermat mungkin memilih kata-katanya untuk mencapai maksud tersebut. Ketepatan tidak akan menimbulkan salah paham.
Selain pilihan kata yang tepat, efektivitas komunikasi menuntut persyaratan yang harus di penuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi.
Adapun syarat-syarat ketepatan pilihan kata adalah :
1.         Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi.
Denotasi ialah kata yang bermakna lugas atau tidak bermakna ganda. Sedangkan konotasi ialah kata yang dapat menimbulkan bermacam-macam makna.
Contoh :
Ø  Bunga eldeweis hanya tumbuh ditempat yang tinggi.  (Denotasi)
Ø  Sinta adalah bunga desa di kampungnya.       (Konotasi)
2.         Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.
Ø  Siapa pengubah peraturan yang memberatkan pengusaha?
Ø  Pembebasan bea masuk untuk jenis barang tertentu adalah peubah peraturan yang selama ini memberatkan pengusaha.
3.         Membedakan kata-kata yang mirip ejaannya.
Ø    Intensif – insensif                             
Ø    Karton – kartun                                 
Ø    korporasi - koperasi

4.        Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri, jika pemahaman belum dapat dipastikan.
Contoh :
Ø  Modern            : canggih    (secara subjektif)
Ø   Modern           : terbaru atau muktahir (menurut kamus)
Ø  Canggih           : banyak cakap, suka menggangu, banyak mengetahui,
bergaya intelektual (menurut kamus)
5.        Waspada terhadap penggunaan imbuhan asing.
Contoh :
Ø Dilegalisir seharusnya dilegalisasi.
Ø Koordinir seharusnya koordinasi.
6.          Membedakan pemakaian kata penghubung yang berpasangan secara tepat.
Contoh :
Pasangan yang salah
Pasangan yang benar
antara ..... dengan ....
antara .... dan .....
tidak ..... melainkan .....
tidak ..... tetapi .....
baik ..... ataupun .....
baik ..... maupun .....
bukan ..... tetapi .....
bukan ...... melainkan .....

F.    Tabel 1.1

7.        Membedakan kata umum dan kata khusus secara cermat.
Kata umum adalah sebuah kata yang mengacu kepada suatu hal atau kelompok yang luas bidang lingkupnya. Sedangkan kata khusus adalah kata yang mengacu kepada pengarahan-pengarahan yang khusus dan kongkret.
Contoh :
Ø  Kata umum                :melihat      
Ø  Kata khusus               :melotot, membelak, melirik, mengintai, mengamati, mengawasi, menonton, memandang, menatap.  

8.        Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
Contoh :
Ø  Isu (berasal dari bahasa Inggris “issue”) berarti publikasi, perkara.
Ø  Isu (dalam bahasa Indonesia) berarti kabar yang tidak jelas asal-usulnya, kabar angin, desas-desus.

9.        Menggunakan dengan cermat kata bersinonim, berhomofoni, dan berhomografi.
Sinonim adalah kata-kata yang memiliki arti sama.
Homofoni adalah kata yang mempunyai pengertian sama bunyi, berbeda tulisan, dan berbeda makna.
Homografi adalah kata yang memiliki kesamaan tulisan, berbeda bunyi, dan berbeda makna.
Contoh :
Ø  Sinonim : Hamil (manusia) – Bunting (hewan)
Ø  Homofoni : Bank  (tempat menyimpan uang) – Bang (panggilan kakak laki-laki)
Ø  Homografi : Apel (buah) – Apel (upacara)

10.    Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat.
Kata abstrak mempunyai referensi berupa konsep, sedangkan kata konkret mempunyai referensi objek yang diamati.
Contoh :
Ø  Kata abstrak
Kebaikkan seseorang kepada orang lain merupakan sifat terpuji.  
Ø  Kata konkret
APBN RI mengalami kenaikkan lima belas persen.

G.   Gaya Bahasa dan Idiom
1.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas adalah cara penutur mengungkapkan maksudnya. Banyak cara yang dapat dipakai untuk mengungkapkan maksud. Ada cara yang memakai perlambang (majas metafora, personifikasi) ada cara yang menekankan kehalusan (majas eufemisme, litotes) dam masih banyak lagi majas yang lainnya. Semua itu pada prinsipnya merupakan corak seni berbahasa untuk menimbulkan kesan tertentu bagi mitra komunikasi kita (pembaca/pendengar).
Sebelum menampilkan gaya tertentu ada enam faktor yang mempengaruhi tampilan bahasa seorang komunikator dalam berkomunikasi dengan mitranya, yaitu :
a)     Cara dan media komunikasi : lisan atau tulisan, langsung atau tidak langsung, media cetak atau media elektronik.
b)     Bidang ilmu : filsafat, sastra, hukum, teknik, kedokteran, dll.
c)     Situasi : resmi, tidak resmi, setangah resmi.
d)     Ruang atau konteks : seminar, kuliah, ceramah, pidato.
e)     Khalayak : dibedakan berdasarkan umur (anak-anak, remaja, dewasa, orang tua); jenis kelamin (laki-laki, perempuan); tingkat pendidikan dan status sosial (rendah, menengah, tinggi).
f)      Tujuan : membangkitkan emosi, diplomasi, humor, informasi.

*      Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu.
Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan menjadi :
a.    Gaya Bahasa Resmi
Gaya bahasa resmi adalah gaya bahasa dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang dipergunakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Gaya bahasa resmi biasa kita jumpai dalam penyampaian amanat kepresidenan, berita negara, khotbah-khotbah mimbar, tajuk rencana, pidato-pidato yang penting, artikel-artikel yang serius atau esai yang memuat subyek-subyek yang penting, semuanya dibawakan dengan gaya bahasa resmi.
Contoh dalam pembukaan UUD 1945:
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan ini ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan  Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. ...(selanjutnya)
b.    Gaya Bahasa Tak Resmi

Gaya bahasa tak resmi  juga merupakan gaya bahasa yang dipergunakan dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau kurang formal. Gaya bahasa ini biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis, buku-buku pegangan, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang baik, dalam perkuliahan, dan sebagainya. Singkatnya gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang umum dan normal bagi kaum terpelajar.
Contoh :
Sumpah pemuda yang dicetuskan pada tanggal 28 Oktober 1928 adalah peristiwa nasional, yang mengandung benih nasionalisme. Sumpah Pemuda dicetuskan pada zaman penjajahan. Nasionalisme pada zaman penjajahan mempunyai watak khusus yakni anti penjajahan. Peringatan kepada Sumpah Pemuda sewajarnya berupa usaha merealisasikan gagasan-gagasan Sumpah Pemuda.

c.  Gaya Bahasa Percakapan
Dalam gaya bahasa percakapan, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Kalau dibandingkan dengan gaya bahasa resmi dan tak resmi, maka gaya bahasa percakapan ini dapat diumpamakan sebagai bahasa dalam pakaian sport. Itu berarti bahasanya masih lengkap untuk suatu kesempatan, dan masih dibentuk menurut kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan ini agak longgar bila dibandingkan dengan kebiasaan pada gaya bahasa resmi dan tak resmi.
Contoh berikut adalah hasil rekaman dari sebuah diskusi dalam seminar Bahasa Indonesia tahun 1996 di Jakarta :

Pertanyaan yang pertama, di sini memang sengaja saya tidak membedakan antara istilah jenis kata atau word classes atau parts of speech. Jadi ketiganya saya artikan sama di sini. Maksud saya ialah kelas-kelas kata, jadi penggolongan kata, dan hal itu tergantung kepada dari mana kita melihat dan  dasar apa yang kita pakai untuk menggolongkannya. .......(selanjutnya)

2.      Idiom
Menurut Moeliono, Idiom adalah ungkapan bahasa yang artinya tidak secara langsung dapat dijabarkan dari unsur-unsurnya. Sedangkan menurut Badudu, idiom adalah bahasa yang teradatkan. Oleh karena itu, setiap kata yang membentuk idiom berarti di dalamnya sudah ada kesatuan bentuk dan makna.
Walaupun dengan prinsip ekonomi bahasa, salah satu unsurnya tidak boleh dihilangkan. Setiap idiom sudah tepat sedemikian rupa sehingga para pemakai bahasa mau tidak mau harus tunduk pada aturan pemakaiannya. Sebagian besar idiom yang berupa kelompok kata, misalnya gulung tikar, adu domba, muka tembok tidak boleh dipertukarkan susunannya menjadi *tikar gulung, *domba adu, *tembok muka karena ketiga kelompok kata yang terakhir itu bukan idiom.


BAB III
PENUTUP
A.     Simpulan
Dari pembahasan yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan menjadi beberapa poin penting yaitu :
1.                  Diksi atau pilhan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
2.                  Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata itu.
3.                  Diksi berfungsi sebagai alat agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pembaca atau penulis terhadap pendengar atau pembaca dalam berkomunikasi.
4.                  Diksi memiliki beberapa syarat-syarat ketepatan agar menimbulkan imajinasi yang sesuai antara pembicara dan pendengar.
5.                  Fungsi diksi secara umum ialah agar masyarakat dapat berkomunikasi dengan baik dan benar agar terhindar dari salah penafsiran dan kesalahpahaman antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca.
6.                  Gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas adalah cara penutur mengungkapkan maksudnya.
7.         Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan menjadi : Gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan
Menurut Moeliono, Idiom adalah ungkapan bahasa yang artinya tidak secara langsung dapat dijabarkan dari unsur-unsurnya. Sedangkan menurut Badudu, idiom adalah bahasa yang teradatkan. Oleh karena itu, setiap kata yang membentuk idiom berarti di dalamnya sudah ada kesatuan bentuk dan makna.

B.     Saran
Sebagai seorang mahasiswa, perlu sekali mempelajari dan memahami bagaimana penggunaan diksi yang tepat dan cermat karena seorang mahasiswa itu selalu dibebankan dan berkelut dengan karya-karya tulis dalam setiap tugas perkuliahannya.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah kami ke depannya.
.























DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia. 2006.
Hs, Widjono. Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengenmbangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta : Grasindo. 2007
Arifin, E. Zainal dan Amran Tasai. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Cetakan ke-6. Jakarta: Akademika Pressindo.
Daniel Parera, Jos. 1987. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erlangga.
Mila. 2010. Kaidah Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanwa Publisher.
Muawanah, Siti.2012. Bahan Ajar Bahasa Indonesia. Palangka Raya.